BAHAGIA MEMBUAT ANDA BAHAGIA

Sesungguhnya Orang yang Paling Baik adalah yang
Paling Banyak Manfaatnya Untuk Orang Lain (Muhammad SAW)


Powered By Blogger

Laman

Minggu, 21 Februari 2010

JAWABAN UAS FILSAFAT ILMU SEMESTER 1 PASCASARJANA STKIP PASUNDAN CIMAHI

PENGERJAAN SOAL
UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL
PASCASARJANA STKIP PASUNDAN CIMAHI

Mata Kuliah / Semester : Filsafat Ilmu / 1 (satu)
Sifat Ujian : Take Home
Dosen : Prof.Dr.H.Endang Komara,M.Si
Tanggal Pengumpulan : 22 Februari 2010
Nama Mahasiswa : Nasrullah Nurul Rohmat,S.Pd
N I M : 0 9 8 7 0 1 1 5
No.Absen : 0 0 9
Weblog : http://mrhotspot.blogspot.com/
E-mail : nasrullah_nurul@yahoo.co.id
Follower endang komara’s blog nomor 28
nickname:nasrullah,calon doktor,guru baik hati



SOAL
1. Phylosophy of Science tumbuh dari confirmatory theories (positivisme), ke confirmatory theories dan theories of explanation (postpositivisme), dan lebih lanjut ke theories of explanation (postmodernisme)
1.1 Jelaskan perkembangan filsafat ilmu tersebut di atas
1.2 Jelaskan perbedaan dan persamaan antara Filsafat Barat, Filsafat Timur dan Sains Tauhidullah
1.3 Apa implikasi ontologi, epistemologi, dan aksiologi bagi tentatif tesis Anda
1.4 Apa persamaan dan perbedaan paradigma kualitatif dengan paradigma kuantitatif
1.5 Jelaskan keterkaitan antara latar belakang masalah, tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran
2. Dalam filsafat ilmu dapat diketahui kedudukan ilmu dalam pengetahuan, sifat dan asumsi dasar ilmu, komponen ilmu dan upaya membangun ilmu yang belum diketahui, serta memperbaiki ilmu yang diragukan kebenarannya. Upaya membangun dan memperbaiki kebenaran ilmu itu tidaklah dilakukan dengan semena-mena, melainkan dilakukan dengan prosedur tertentu menurut metode ilmiah yang berupa langkah-langkah sistematis. Metode ilmiah berupa langkah-langkah sistematis yang disebut metodologi penelitian.
2.1 Jelaskan perbedaan ilmu alamiah dengan ilmu sosial
2.2 Jelaskan pula sifat-sifat dan asumsi dasar ilmu tersebut
2.3 Jelaskan pula komponen-komponen pembangun ilmu
2.4 Proposisi sebagai pembangun teori atau ilmu dan jelaskan 10 macam proposisi (5pasang) linkage proposition serta lengkapi dengan contoh masing-masing
PENJELASAN
1.1 Perkembangan Filsafat Ilmu
· Era Pra Yunani Kuno
Pada era ini, perkembangan pengetahuan manusia diindikasikan oleh pengetahuan mengenai “apa” dan “bagaimana” (know how) yang diperoleh manusia melalui kemampuan yang mereka miliki yaitu : mengamati, membedakan, memilih dan kemampuan untuk bereksperimen yang dilaksanakan secara trial and error.
Pada masa ini berlaku konsep Homo Sapiens yaitu manusia selaku hewan yang berfikir, yang memiliki potensi berkreasi dengan penemuannya memanfaatkan sumber daya alam.
· Era Yunani Kuno
Dilihat dari terminologi Phylosophy yang berasal dari Yunani Kuno, jelaslah terlihat bahwa ilmu filsafat telah berkembang jauh sebelum dunia memasuki abad modern (masa kini). Beberapa filsuf, termasuk pencipta istilah phylosophy, bahkan hidup sebelum masehi. Diantara mereka terdapat nama Thales (624-548 SM), Anaximander (610-547 SM), Anaximenes (546 SM), Socrates (470-398 SM), Plato(429-347 SM), Aristoteles (384 – 322 SM) dan banyak lagi yang lainnya. Mereka masing-masing mewarnai filsafat dengan konsentrasi mereka masing-masing. Beberapa diantara mereka yaitu Thales,Anaximander serta Anaximenes merupakan penggiat dalam Filsafat Alam. Beberapa lagi seperti Socrates, Plato dan Aristoteles concern dalam Filsafat Manusia
Pada zaman ini, manusia tidak lagi menerima sesuatu dengan apa adanya. Mereka mulai mempergunakan rasio untuk meragukan dan mempertanyakan dengan menggunakan daya abstraksi yang didorong dengan kemampuan baru mereka yaitu : membaca, menulis dan berhitung. Era ini ditandai dengan mulainya terjadi kegaduhan ilmu akibat kebimbangan yang ditimbulkan oleh teori relativisme yang dikembangkan para filsuf sophis seperti Protagoras
· Era Abad Pertengahan
Di masa ini , bisa disebut terjadi pembalasan dendam terhadap era relativisme. Para filsuf memusatkan kebenaran pada kebenaran wahyu Tuhan (teosntrisme) dengan menampilkan tokoh-tokoh filsuf seperti Thomas Aquinas (1225-1274 M), serta filsuf-filsuf Islam yang berada dalam Masa Keemasan (Golden Age) seperti Al Khawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd serta Jamaluddin.
· Zaman Modern
Sejarah pemikiran pada era ini dapat dibagi dalam tiga tahapan yaitu
~ Masa Modern Muda dengan tokohnya yaitu Nicolaus (1401-1446), Nicolao Bernardo Machiavelli(1469-1527), Gallileo Gallilei(1454-1642), Rene Descartes(wafat 1650), Benedict Spinoza(1632-1667), Francis Bacon(1561-1626), Gottfried Wilhelm Leibnitz(1646-1716), Thomas Hobbes(1588-1676), John Locke(1632-1714) serta Sir Isaac Newton(1662-1727)
~ Masa Aufklarung , yaitu gerakan pencerahan / enlightenment, memberikan pengaruh sangat besar terhadap kemerdekaan berfikir. Muncul pula pemikiran-pemikiran baru dalam bidang politik, kenegaraan, hukum, sastra dan pemikiran keagamaan. Pada masa inilah mulainya terpacu Revolusi Progressif sampai masa kini yang mendorong keinginan dan kehendak akan kemajuan intelektual. Aufklarung juga disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan Revolusi Perancis dan Revolusi Amerika, yang produknya adalah timbulnya berbagai ideologi modern masa kini. Beberapa tokoh filsuf era ini adalah Diderot, D’alambert, Hegel Schopenhauer, Voltaire, dan JJ Rousseau.
~ Masa Aliran Idealisme dan Positivisme.
Pertama kali istilah positivisme digunakan dan disebarkan oleh August Comte di Perancis dan Vond Feurbuch di Jerman. Aliran ini menolak segala pemikiran theological, karena itu positivisme hanya menerima wujud kepastian. Positivisme menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah satu-satunya wujud dari kepastian.
· Zaman Filsafat Kontemporer ( Abad 20 )
Terdapat tiga aliran yang menonjol pada era ini yaitu :
Ø Aliran Positivisme, berupa puncak dari aliran empirisme dimana empirisme yang ekstrim dianggap sebagai kebenaran. Aliran ini dipelopori dan dikembangkan oleh August Comte,E.Littre,P.Laffitte,JS.Mill dan Spencer. Suatu ilmu dapat diakui apabila memiliki kriteria : eksplanotoris dan analitis, memiliki metode serta berlaku umum,tidak dibedakan dengan manusia lain maupun dengan alam sekitarnya. Dengan kata lain, aliran positivisme ditandai dengan tiga (3) hal yaitu : Kesatuan Ilmu(kesamaan paradigma), Kesatuan Bahasa dan Kesatuan Metode.
Ø Aliran Behaviorisme, menganggap manusia lebih dari sekedar benda mati. Tokoh utamanya adalah Cassirer yang menyatakan manusia merupakan makhluk simbolik karena mampu menjawab rangsangan dan tanggapan
Ø Aliran Postmodernism, merupakan filsafat mengenai science, pada alira ini science dianggap seakan sebuah agama.
Tahap pertama berupa confirmatory theories (Positivisme) menyatakan bahwa ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Positivisme ini tidak mengenal adanya spekulasi peneliti, semua kajian harus berdasarkan data empiris yang ditemukan. Aliran ini menolak spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme, terutama idealisme Jerman Klasik). Positivisme merupakan puncak empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi yang dapat menjadi pengetahuan. Tempat utama dalam positivisme terletak pada sosiologi meskipun concernnya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh August Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh JS.Mill
Munculnya tahap kedua dalam perkembangan positivisme filsafat ilmu, berawal pada tahun 1870-1890an dan terkait dengan nama Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang objek-objek nyata yang objektif, yang merupakan suatu ciri dari positivisme pada awalnya. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim yang bergabung dengan subyektivisme.
• Perkembangan tahap terakhir berkaitan dengan lingkara Wina denga tokoh-tokohnya O.Neurath, arnap, chlick, Frank, dan lain-lain. Kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Mereka menggabungkan sejumlah aliran seperti automisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah, dan lain-lain.
Post Modernism memiliki corak berupa Pola pikir modern, yaitu rasionalistik, fungsional, interpretatif dan kritis .Pendekatan posmo menolak rasionalitas yang digunakan oleh fungsionalis, rasionalis, interpretatif dan teori kritis ,Posmo menggantinya dengan perbedaan (differences), pertentangan (opposites), paradoks, dan penuh misteri (enigma) .
Prof.Dr.H.Endang Komara,M,Si menyebutkan dalam abstrak makalahnya yang menggunakan postmodern sebagai bahan kajian sebagai berikut :
“Postmodern in contemporary society with high technological media (high tech), transformation process and change that happened yield a new postmodern society arranged contradiction thinking, controversy, paradox, and dilematics. Hereinafter postmodern represent postmodernity era have attended new history phase and new sociocultural notching which need new theory and concept. Modernity in the form of technology like media and computer, new form of knowledge, and change of socio-economcs system yield materialization of postmodern society” (endangkomara’s Weblog,2009)

1.2 Perbandingan Filsafat Barat, Filsafat Timur dan Sains Tauhidullah

Sebetulnya penulis merasa sumir dalam mencari persamaan dan perbedaan diantara Filsafat Barat, Filsafat Timur dan Sains Tauhidullah dikarenakan penulis melihat ketiganya memang bersinggungan namun berjalan on their own may track. Sehingga penulis berpendapat untuk menuliskan perbandingan antara ketiganya dengan mengupas secara holistik.
Ø Filsafat Barat
Filsafat ini memang dikembangkan dan ditengarai hidup menjadi corak hidup di daerah western dunia ini terutama eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Dasar dari filsafat ini adalah teori – teori yang diwariskan dari orang Yunani Kuno. Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat konvensional pemikiran yang sistematis, radikal dan kritis seringkali merujuk pada pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran dari sisi logika. Aliran – aliran yang berkembang dalam konteks Filsafat Barat diantaranya Aliran Empirisme, Positivisme, dan filsafat analitik yang memberikan kriteria bahwa suatu pemikiran dapat dianggap filosofis apabila mengandung kebenaran korespondensi dan koherensi.
Korespondensi artinya sebuah pengetahuan dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empirisnya. Sebagai contoh jika pernyataannya “air sungai mengalir” maka kebenaran terjadi apabila secara empiris indra kita menangkap kenyataan bahwa air di sungai memang mengalir. Jika ternyata air di sungai tidak mengalir, misalnya membeku, maka pernyataannya dianggap salah.
Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai benar apabila pernyataan itu mengandung koherensi logis, dalam artian dapat diuji dengan menggunakan logika barat.
Filsafat Barat secara sistematis mengkaji terhadap 3 (tiga) bidang kajian yaitu : (a)bidang kajian tentang keberadaan/being (ontologis), (b) mengkaji pengetahuan(epistemologis), (c) bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya dilakukan manusia (aksiologi). Beberapa tokoh Filsafat Barat adalah Wittgenstein, Immanuel Kant, Rene Descartes

Ø Filsafat Timur
Dikembangkan di kawasan Asia seperti Tiongkok, India, dan daerah-daerah lain yang budayanya terpengaruh oleh negara-negara tersebut. Sebuah ciri yang menonjol pada Filsafat Timur adalah adanya pengaruh kuat dari religi yang terpadu dalam belief system penganutnya.
Filsafat Agama ini sebenarnya mirip dengan Filsafat Barat pada abad pertengahan diman segala pemikiran filsafat disandarkan pada aspek ketuhanan. Tetapi bagaimanapun di Dunia Barat Filsafat ‘an sich’ masih lebih menonjol daripada nilai-nilai agama. Beberap filsuf yang namanya muncul dari kawasan ini diantaranya seperti Lao Tze, Kong Hu Chu, Zhuang Zi,dan lain-lain.
Dikarenakan pengaruh agama yang begitu kuat, kadang menyebabkan logika menerima suatu axioma, maka pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Sebagai contoh, pada pemikiran Cina, sistematikanya berdasarkan pada konstruksi kronologis mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya manusia dijalin secara runut (Takwin,2001).

Ø Sains Tauhidullah
Biasa dikenal dengan istilah Filsafat Islam, menempati posisi yang unik dan istimewa. Majid Fakhri menilai filsafat Islam sebagai mata rantai diantara filsafat barat dan filsafat timur, sehingga filsafat Islam memiliki kesamaan di satu sisi dengan filsafat barat (dari akarnya, yaitu Yunani Kuno) dan sisi yang lain berimpitan dengan filsafat timur (dari sisi ketuhanannya). Kecenderungan ini didasari keyakinan bahwa filsafat Islam telah berakhir dengan wafatnya Ibn Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan Louis Massignon yang menilai adanya eksistensi filsafat Islam.
Namun sesungguhnya setidaknya ada dua pendapat mengenai hal ini.
Pertama, ada anggapan bahwa orang Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles melalui kitab-kitab yang ditulis ulang oleh St.Agustine (354-430 M) yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius Boethius (480-524M) dan juga John Scotus. Pendapat ini dibantah oleh Hoesin(1961) yang menyatakan bahwa salinan buku Aristoteles yang berjudul Isagoge, Categories dan juga Porphyry telah habis diluluhlantakkan oleh pasukan Romawi seiring dieksekusi matinya Boethius. Hal ini dibuktikan dengan penulisan ulang yang dilakukan oleh John Salisbury, seorang Guru Besar di Universitas Paris, terhadap buku Organon karangan Aristoteles. Salisbury menyalin buku tersebut dari terjemahan yang menggunakan bahasa Arab, ini mengindikasikan Eropa saat itu tidak mempunyai lagi salinan karya Aristoteles (Haerudin,2003)
Kedua, dinyatakan bahwa para filsuf Eropa belajar filsafat dari buku-buku filsuf Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Al Kindi, Al Farabi , dan lain-lain. Dari anggapan ini, terpotret peran filsafat Islam yang begitu vital dan krusial dalam perkembangan filsafat ilmu.
Kartanegara (2006) meyakini adanya 4 aliran dalam filsafat Islam yaitu :periperatik, iluminasionis(israqi), irfani (tasawuf) dan aliran hikmah muta’aliyyah (teosofi transeden). Islam menempatkan Ilmu (al’ilm) sebagai hal yang utama, setidaknya dalam Al-Qur’an disebutkan lebih dari 780 kali kata tersebut. Bahkan salah satu ayatnya disebutkan “ walaa taqfu maa laisa laka bihi ‘ilmun” , Islam mensyaratkan ilmu untuk beramal. Dalam pandangan Allamah Faydh Kasyani dalam bukunya Al Wafi disebutkan :”ilmu yang diwajibkan kepada setiap muslim adalah ilmu yang mengangkat posisi manusia pada hari akhirat dan mengantarkannya pada pengetahuan tentang dirinya, Penciptanya, para nabiNya, utusan Alloh, umarro,sifat Tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada Alloh”.
Dalam Sains Tauhidulloh, fenomena alam tidaklah berdiri tanpa relasi dan relevansinya adalah dengan kuasa Illahi. Dengan demikian, penelitian tentang alam semeste tidaklah ditujukan untuk “menciptakan” kebenaran, akan tetapi untuk mendorong kita untuk “mengenal” Tuhan dan menambah keyakinan tauhidulloh. Fenomena alam bukanlah suatu kebetulan ataupun hasil pemikiran seseorang, bukan pula berdiri independen sebagai realitas, namun tegas Islam mendeklarasikan bahwa fenomena alam tersebut adalah ayat-ayat, tanda-tanda kekuasaan Sang Pencipta. Fenomena Alam sebagai ayat-ayat Qauniyyah sangat erat kaitannya dengan Al-Qur’an sebagai ayat-ayat Qouliyyah.

1.3 Implikasi Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi bagi Tentatif Tesis

Secara tulus dan terbuka, penulis menyatakan saat ini belum siap untuk membahas mengenai Tesis yang akan penulis susun, even itu “hanya sekedar” tentatif. Hal ini penulis rasa penting untuk diungkapkan karena penulis memandang akan menjadi bias bahkan imaginatif apabila penulis memaksakan diri untuk membahasnya, meskipun penulis telah memiliki dan mempersiapkan tentatif tesis tersebut, namun masih terlalu mentah data yang akan disajikan. Dalam kesempatan ini izinkan penulis bermaksud untuk mengupas pandangan mengenai ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pada kesempatan ini penulis mengambil contoh implikasi ontologi,epistemologi dan aksiologi bagi penyusunan tesis tentang PANCASILA,misalnya dengan judul “Peningkatan Kesadaran Berbangsa Siswa SMK Sangkuriang 1 Cimahi melalui Penerapan Nilai-nilai Luhur Pancasila Sebagai Dasar Penyusunan Tata Tertib Siswa “ ,sebagai berikut:
Ø Epistemologi
Bidang ini disebut juga teori pengetahuan, membahas mengenai sumber pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Dalam kamusnya, Runes mengartikan epistemologi sebagai “ the branch of philosophy which investigates the origin, structure, methods and validity of knowledge”. Runes juga menyebut bahwa pencipta istilah epistemology adalah J.F.Ferrier pada tahun 1854 (Runes,1971:94)
Dengan mengkaji epistemologi dapat diketahui bahwa manusia memperoleh pengetahuan dengan tiga (3) cara, yaitu cara sains, cara filsafat, dan cara latihan rasa, namun secara umum semua pengetahuan itu sebenarnya diperoleh dengan cara berpikir benar(Tafsir,1990).

Kajian epistemologis Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakekat Pancasila
sebagai suatu sistem pengetahuan (sumber pengetahuan*, teori kebenaran pengetahuan**,
watak pengetahuan***).
* : nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia.
** : logisitas yang harmonis antara akal, rasa, dan kehendak manusia untuk memperoleh kebenaran yang tertinggi.
*** : Pancasila mendasarkan pandangan bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai

Ø Ontologi
Secara ontologis, kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakekat dasar dari sila-sila Pancasila. Hakekat dasar ontologis Pancasila adalah manusia karena manusia merupakan subyek hukum pokok dari sila-sila pancasila

Ø Aksiologi

Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakekatnya membahas tentang nilai praksis atau
manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Secara utuh Pancasila dapat dikatakan memiliki syarat sebagai sebuah sistem filsafat, disebabkan hal-hal berikut ini :

_ Sistematis, fundamental, universal, integral, dan radikal mencari kebenaran yang hakiki
_ Filsafat yang monotheis dan religius yang mempercayai adanya sumber kesemestaan yaitu Tuhan yang Maha Esa
_ Monodualisme dan monopluralisme atau integralistik yang mengutamakan ketuhanan, kesatuan dan kekeluargaan
_ Memiliki corak universal terutama sila I dan sila II serta corak nasional Indonesia terutama silan III, IV dan V
_ Idealisme fungsional (dasar dan fungsi serta tujuan idiil sekaligus)
_ Harmoni Idiil (asas selaras, serasi dan seimbang)
_ Memiliki ciri-ciri dimensi idealitas, realitas dan fleksibilitas
_ Sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas)
Demikianlah implikasi ketiga bidang filsafat terhadap variabel, dalam hal ini adalah Pancasila.

1.4 Perbandingan Paradigma Kualitatif dengan Paradigma Kuantitatif

Lincoln dan Guba (1985) membeberkan pengertian paradigma menurut Patton,1978 sebagai berikut :
“ a paradigm is a world view, a general perspective, a way of breaking down the complexity of the real world. As such, paradigms are deeply embedded in the socialization of adherents and practitioners: paradigms tell them what is important, legitimate, and reasonable. Paradigms are also normative, telling the practitioner what to do without the necessity of long existensial or epistemological consideration. But it is this aspect of paradigms that constitutes both their strength and their weakness-their strength in that it makes action possible, their weakness in that very reason for action is hidden in the unquestioned assumptions of the paradigm” (Lincoln and Guba,1985)
Bogdan dan Biklen (1982 dalam Lexy J.Moleong,1989) menunjuk paradigma sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Deddy Mulyana (2003) menyebut paradigma sebagai suatu ideologi dan praktik suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian, dan menggunakan metode serupa.
Fry (1981, dalam Ahmad Sonhadji, et al, 1996) membedakan secara rinci perbandingan antara paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif, seperti dapat dilihat dalam tabel berikut :
Paradigma Kualitatif
Paradigma Kuantitatif
Menganjurkan penggunaan metode kualitatif
Menganjurkan penggunaan metode kuantitatif
Fenomenologis dan verstehen dikaitkan dengan pemahaman perilaku manusia dari frame of reference aktor itu sendiri
Logika Positivisme. “melihat fakta atau kasual fenomena sosial dengan sedikit melihat bagi pernyataan subyektif individu-individu”
Observasi tidak terkontrol dan naturalistik
Pengukuran terkontrol dan menonjol
Subjective
Objective
Dekat dengan data, merupakan perspektif “insider”
Jauh dari data, merupakan perspektif “outsider”
Grounded, orientasi discovery, eksplorasi, ekspansionis, deskriptif, dan induktif
Tidak grounded, orientasi verifikasi, konfirmatori, reduksionis, inferensial dan deduktif-hipotetik
Orientasi pada proses
Orientasi pada hasil
Valid, data real, rich, dan deep
Reliabel, data dapat direplikasi dan hard
Tidak dapat digeneralisasi, studi kasus tunggal
Dapat digeneralisasi, studi multi kasus
Holistik
Partikularistik
Asumsi realitas dinamik
Asumsi relitas stabil

Dari tabel atas dapat terlihat bahwa penelitian kuantitatif memiliki perbedaan paradigmatik dengan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang analisisnya secara umum menggunakan analisis statistik. Penelitian kuantitatif dikembangkan oleh penganut positivisme yang dipelopori oleh August Comte. Aliran ini berpendapat bahwa untuk memacu perkembangan ilmu-ilmu sosial, maka metode-metode IPA harus diadopsi ke dalam riset-riset ilmu sosial (Harahap,1992). Karenanya, dalam penelitian kuantitatif pengukuran terhadap gejala yang diamati menjadi penting, sehingga pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan berstruktur (angket) yang disusun berdasarkan pengukuran terhadap variabel yang diteliti yang kemudian menghasilkan data kuantitatif. Berbeda dengan penelitian kualitatif yang menekankan pada studi kasus, penelitian kuantitatif bermuara pada survey.
Serupa dengan pendapat Fry di atas, Richard dan Cook (dalam Abdullah Fajar, 1992) mengemukakan perbedaan paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif sebagai berikut :
PARADIGMA KUALITATIF
PARADIGMA KUANTITATIF
Menganjurkan pemakaian metode kualitatif.
Bersandar pada fenomenologisme dan verstehen; perhatian tertuju pada pemahaman tingkah laku manusia dari sudut pandangan pelaku itu sendiri.
Pengamatan berlangsung secara alamiah (naturalistic) dan tidak dikendalikan (uncontrolled)
Bersifat subyektif
Dekat dengan data; bertolak dari perspektif dari “dalam” individu atau masyarakat yang diteliti.
Penelitian bersifat mendasar (grounded), ditujukan pada penemuan (discovery-oriented), menekankan pada perluasan (expansionist), bersifat deskriptif, dan induktif.
Berorientasi pada proses
Valid; data bersifat ‘mendalam’, ‘kaya’, dan ‘nyata.
Tidak dapat digeneralisasikan; studi di atas kasus tunggal
Bersifat holistic
Mengasumsikan adanya realitas yang bersifat dinamik
Menganjurkan pemakaian metode-metode kuantitatif.
Bersandar pada positivisme logika; mencari fakta-fakta dan sebab-sebab dari gejala sosial dengan mengesampingkan keadaan individu-individu.
Pengamatan ditandasi pengukuran yang dikendalikan dan blak-blakan (obtrusive)
Bersifat obyektif
Jauh dari data; bertolak dari sudut pandangan dari “luar”

Penelitian bersifat tidak mendasar (ungrounded), ditujukan pada pengujian (verification-oriented), menekankan penegasan (confirmatory), reduksionis,
inferensial, deduktif-hipotetik.
Berorientasi pada hasil
Reliabel; data ‘keras’ dan dapat diulang
Dapat digeneralisasikan; studi atas banyak kasus
Bersifat partikularistik
Mengasumsikan adanya realitas yang stabil


Ditinjau dari karakteristiknya, berikut adalah perbandingan Metode Kualitatif dengan Metode Kuantitatif (Lorraine Corner, 1991)

Suharsimi Arikunto dalam bukunya “Prosedur Penelitian” (2006) menegaskan bahwa antara penelitian kuantitatif dan kualitatif terdapat perbedaan yang sifatnya mendasar, meskipun beberapa hal juga memiliki persamaan.Secara garis besar, keduanya memiliki kejelasan unsur, penelitian dilakukan secara bertahap, menggunakan desain penelitian, ada data yang dikumpulkan serta dilakukannya analisis data. Dengan catatan, persamaan-persamaan tersebut dilakukan dengan cara yang berbeda dan kemudian menjadi faktor pembeda diantara keduanya.

1.5 Keterkaitan antara latar belakang masalah, tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran
Penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian harus serasi dan saling mendukung satu sama lain, agar penelitian yang dilakukan itu memiliki bobot yang cukup memadai dan memberikan kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan. Sumadi Suryabrata (1983) merinci langkah-langkah penelitian pada umumnya terdiri dari ;
1. Identifikasi, pemilihan, dan perumusan masalah
2. Penelaahan kepustakaan
3. Penyusunan Hipotesis
4. Identifikasi, klasifikasi, dan pemberian definisi operasional variabel-variabel
5. Pemilihan atau pengembangan alat pengambil data
6. Penyusunan rancangan penelitian
7. Penentuan sampel
8. Pengumpulan data
9. Pengolahan dan analisis data
10. Interpretasi hasil analisis
11. Penyusunan laporan.
Djadja Saefullah menyebutkan unsur Latar Belakang Masalah, Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran dalam penyusunan hasil penelitian. Secara rinci beliau menjelaskan tentang hal-hal berikut :
Ø Rumusan Masalah merumuskan masalah penelitian dengan memperhatikan :
· Menyatakan dengan jelas, tegas, dan konkrit masalah yang akan diteliti
· Relevan dengan waktu
· Berhubungan dengan suatu persoalan teoretis atau praktis
· Berorientasi pada teori (teori merupakan body of knowledge)
· Dinyatakan dalam kalimat tanya atau pernyataan yang mengandung masalah
Ø Kajian Pustaka (difokuskan pada penelitian sebelumnya)
Sebelum menyusun tesis dan disertasi, penulis tentunya telah mencari kemudian membahas terbitan-terbitan (publikasi) yang berhubungan dengan topik atau masalah penelitian. Untuk itu, literature review dari setiap terbitan/buku/publikasi yang dianggap relevan dibahas secara kritis, yang meliputi :
· Siapa yang pernah meneliti topik atau masalah itu
· Dimana penelitian itu dilakukan
· Apa unit dan bidang studinya
· Bagaimana pendekatan dan analisisnya
· Bagaimana kesimpulannya
· Apa kritikan terhadap studi itu

Ø Kerangka Pemikiran
Merupakan rangkaian penalaran dalam suatu kerangka berdasarkan premis-premis untuk sampai pada simpulan-simpulan yang berakhir pada hipotesis-hipotesis yang akan diuji secara empiris (kalau perlu ditampilkan dalam bentuk bagan alur pemikiran).
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat rangkaian keterkaitan antara latar belakang masalah dengan tinjauan pustaka, tinjauan pustaka dengan kerangka pemikiran dan latar belakang masalah dengan kerangka pemikiran seperti berikut ini :




Dari flow chart di atas terlihat bahwa teori-teori yang dicantumkan dalam kerangka pemikiran merupakan teori-teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan yang tercantum dalam rumusan masalah.


Informasi kepustakaan yang telah didiskusikan dan diungkap dalam kajian kepustakaan selanjutnya dipilih dalam kerangka pemikiran berupa teori-teori dasar maupun konseptual.
2.1 Perbandingan ilmu alamiah dengan ilmu sosial
Ilmu Alamiah atau sering disebut Ilmu Pengetahuan Alam dan akhir-akhir ini disebut juga sebagai Ilmu Kealaman (Natural Science) atau disingkat Science/Sains. Natural Science merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala Alam Semesta, termasuk di planet bumi, sehingga terbentuklah konsep serta teori dan prinsip ilmu alamiah. Ciri khas natural science adalah penggunaan metode ilmiah dalam penggalian teorinya.
Ilmu Sosial Dasar adalah pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial, dengan menggunakan pengertian-pengertian berupa fakta, konsep maupun teori yang berasal dari berbagai bidang ilmu pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu sosial seperti geografi sosial, sosiologi, antropologi sosial, ilmu politik, ekonomi, psikologi sosial, dan sejarah.
2.2 Sifat-sifat dan asumsi dasar ilmu
Ilmu bertujuan untuk menjelaskan segala yang ada dialam semesta ini. Untuk menjelaskan itu, ilmu memiliki sifat dan asumsi dasar. Perkembangan ilmu kemudian didasarkan atas sifat dan asumsi dasar tersebut.
Ada tiga sifat dasar yang melekat pada ilmu (Soetriono dan ARDm Rita Hanafie, 2007:140) yaitu :
1. Ilmu menjelajah dunia empirik tanpa batas sejauh dapat ditangkap oleh panca indera (dan indera lain yang mungkin ada)
2. Tingkat kebenarannya relatif dan tidak sampai kepada tingkat kebenaran yang mutlak
3. Ilmu menemukan proposisi-proposisi (hubungan sebab akibat) yang teruji secara empirik.
Mengacu pada ketiga sifat dasar di atas, dapat dikemukakan tiga asumsi dasar ilmu, yaitu :
1. Dunia ini ada (manipulable)
2. Fenomena yang ditangkap oleh indera manusia berhubungan satu sama lain
3. Percaya akan kemampuan indera yang menangkap fenomena itu
4. Ilmu adalah pengetahuan yang sistematik
Ilmu identik dengan dunia ilmiah, karenanya ilmu mengidentifikasikan tiga ciri yaitu “ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan pada logika”,”terorganisasikan secara sistematis”,dan”berlaku secara umum”.
Demikianlah sifat-sifat dan asumsi dasar ilmu yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan.
2.3 Komponen-komponen pembangun ilmu
Komponen ilmu yang hakiki adalah fakta dan teori. Komponen lainnya adalah fenomena dan konsep (Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, 2007:1420 .Fenomena yang ditangkap oleh indera manusia diabstraksikan dengan sejumlah konsep. Konsep sendiri merupakan simbol-simbol yang mengandung pengertian singkat dari fenomena. Jadi, konsep merupakan penyederhanaan dari fenomena.Konsep yang semakin mendasar akan sampai pada variabel. Variabel merupakan sifat atau jumlah yang mempunyai nilai kategorial, baik kualitatif maupun kuantitatif. Semakin berkembangnya suatu ilmu maka semakin berkembang pula konsep-konsepnya untuk sampai pada variabel-variabel dasar.Melalui penelaahan yang terus menerus , ilmu akan sampai pada hubungan-hubungan yang merupakan hasil akhir dari ilmu. Hubungan-hubungan yang didukung oleh data empirik itu disebut dengan fakta. Dan ujungnya, ilmu merupakan fakta dan jalinan fakta secara utuh membentuk teori.
2.4 Linkage Proposition
Seperti telah dijelaskan dalam sub point 2.3, Soetriono dan SRDm Rita Hanafie (20017:142) mengemukakan bahwa teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proposisi-proposisi yang berhubungan satu sama lain yang menunjukkan fenomena secara sistematis dan bertujuan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomen-fenomena.
Proposisi-proposisi yang dimaksud tampak dalam tabel berikut ini :
No
Proposisi
Bentuk
Contoh
1
Jenis
X adalah Jenis Y
Pacaran adalah Masalah Sosial Pelajar
2
Ruang
X adalah tempat Y
Internet adalah tempat siswa mendapatkan informasi sexual education
3
Sebab akibat
X akibat dari Y
Prestasi Siswa terpengaruh oleh Masalah sosial pelajar
4
Lokasi untuk melakukan sesuatu
X merupakan tempat untuk melakukan Y
Sekolah merupakan tempat pembentukan nilai moral dan norma pelajar
5
Cara mencapai tujuan
X merupakan cara untuk mencapai tujuan
Nilai moral solihah adalah cara mencapai prestasi yang diinginkan

Tidak ada komentar: